Reporter VOA di seluruh dunia menyorot nilai anak perempuan untuk mengungkapkan bagaimana seorang anak perempuan dinilai oleh kedua pihak keluarga: keluarga yang ia tinggalkan dan keluarga barunya. Dan apa dampak bagi anak perempuan yang menikah sebelum berumur 18 tahun? Untuk mengetahui tanggapan orang terhadap isu ini, tim VOA – mewakili 12 layanan bahasa – memasang video pendek tentang anak-anak perempuan dan anak-anak yang menggambarkan pengalaman mereka sebagai pengantin anak dan ibu muda. Video Facebook ini ditonton jutaan orang dan mendapat ribuan komentar, mulai dari serangkaian emoji hingga debat yang panas tentang pro dan kontra kawin anak.

Karang Tengah, Indonesia

‘Orang tua saya kira laki-laki ini akan merawat saya’

Di Indonesia, mantan korban kawin anak melakukan perlawanan, demi perubahan.

Dar Es Salaam, Tanzania

‘Saya telpon polisi’

Setelah menolak menikah, seorang anak perempuan usia sekolah mencari bantuan dan sekarang memperjuangkan pemberdayaan perempuan.

Dyersburg, Tennessee, USA

“Inilah Kenyataannya”

Menikah pada usia 16 tahun dengan seorang pria yang hampir seumuran ayahnya, seorang remaja menjalin hubungan cinta yang telah berlangsung selama delapan tahun.

Distrik Dadu, Pakistan

‘Ayah Saya Percaya Menunda Perkawinan adalah Dosa’

Dinikahkan pada usia 13 tahun, seorang ibu yang prihatin merencanakan masa depan yang berbeda bagi anak perempuannya.

Chiapa de Corzo, Meksiko

‘Saya katakan ya! Saya tahu saya ingin bersamanya’

Di pedesaan negara bagian Chiapas, dua remaja menikah meskipun tidak disetujui orang tua.

Herat, Afghanistan

‘Kamu telah kami beli’

Menikah pada usia 13, seorang anak perempuan Afghanistan akhirnya melarikan diri dari suami dan mertuanya.

El Granadillo, Honduras

‘Ketika berumahtangga, kamu punya lebih banyak tanggung jawab’

Di Honduras, seorang remaja yang belum menikah tinggal bersama pasangannya, seorang putri mereka - dan tekanan ekonomi.

Steele, Missouri, USA

‘Saya merasa lebih bersemangat untuk masa depan saya... daripada untuk saat itu’

Di kota kecil di Missouri, pernikahan dini sering terjadi.

Provinsi Helmand, Afghanistan

‘Ketika saya menikah, saya menangis’

Pinjaman yang tak dilunasi di Afghanistan selatan menjadikan seorang gadis miskin yang dalam kesulitan (ekonomi) menjadi jaminan untuk menikah.

Diyarbakir, Turki

‘Seiring berjalannya waktu, kami saling mengenal’

Perkawinan paksa berujung keluarga yang stabil dan bahagia, tetapi dia memperingatkan agar tidak menikah pada usia muda.

Lahore, Pakistan

‘Seorang gadis hanya boleh dinikahkan ketika dia telah siap secara mental’

Putus harapan, impian yang hancur membuat pengantin muda menghadapi kenyataan pahit.

Kalar, Irak

‘Saya pikir melalui pernikahan, saya akan dapat menyelesaikan sekolah’

Perceraian membuat hidup menjadi sulit setelah pernikahan yang penuh siksaan.

Dhaka, Bangladesh

‘Jika saya berpendidikan, suami saya tak akan meninggalkan saya’

Dijodohkan dengan seorang pria ketika berusia 11 tahun, seorang gadis muda ditinggalkan suaminya tak lama setelah pernikahannya.

Shkoza, Tirana, Albania

‘Saya tidak tahu apa itu suami’

Keinginan untuk menyelamatkan hidup saudara perempuannya menyebabkannya menjalani pernikahan dini. Keinginan untuk punya tempat tinggal membuatnya menyerahkan putrinya sendiri menjadi pengantin anak.

Kano, Nigeria

‘Setelah bercerai, saya justru sukses’

Pernikahan yang gagal menjadi katalis bagi sebuah kebebasan baru.

Dhaka, Bangladesh

‘Saya ingin berdiri di atas kedua kaki saya sendiri’

Hidup di sebuah perkampungan kumuh dan dianiaya secara fisik dan verbal, seorang pengantin anak mengkaji ulang kehidupannya.