Irak

‘Saya pikir melalui pernikahan, saya akan dapat menyelesaikan sekolah’

Pada usia 16 tahun, Shaima menikah dengan seorang pria yang 12 tahun lebih tua darinya, untuk meringankan masalah keuangan orang tuanya. Segera setelah pernikahannya, suaminya memukulinya dan merusak mata kirinya secara permanen gara-gara Shaima belajar di institut seni setempat. Shaima, yang mengira mendapat dukungan suaminya untuk melanjutkan pendidikan, mencoba bunuh diri. Dia selamat, namun harus mengalami perceraian yang membuatnya terisolasi di kota kelahirannya di Kurdistan, Irak. Sekarang Shaima melanjutkan studinya di bidang teater, musik dan seni.

Transkrip:

Ayah saya adalah seorang anggota peshmerga (tentara nasional Kurdi), dan kondisi ekonomi keluarga kami tidak baik. Di rumah kami ada empat anak: tiga perempuan dan satu laki-laki.

Karena itu, saya memutuskan untuk ikut memikul tanggung jawab keluarga. Saya tidak ingin menjadi beban bagi orang tua, tetapi saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan apa pun.

Saya sudah berusaha keras mencari pekerjaan, tetapi saya tidak mendapatkannya. Jadi, saya harus menikah karena saya pikir melalui pernikahan, saya akan bisa menyelesaikan sekolah.

Saya pikir (suami saya) akan mendorong saya bersekolah, tetapi sayangnya, tidak. Dia menyiksa saya.

Foto Shaima memegang boneka favoritnya ketika kecil.

Menikah pada usia 15 pada 2014, Shaima terlihat tengah menggendong boneka favoritnya ketika masih kecil. Setelah melalui perceraian yang sulit, ia mengatakan teman-temannya memandang rendah dirinya. (Foto oleh Micah Garen untuk VOA News)

Saya mendapat surat nikah di luar pengadilan Kalar di Distrik Khanaqin, tempat gadis-gadis di bawah umur dengan mudah mendapatkan persetujuan untuk menikah.

Pada usia yang sangat dini, Anda harus memikul tanggung jawab besar di pundak Anda. Ini membuatmu kewalahan, karena Anda tidak tahu apakah harus berperilaku sesuai dengan usia Anda, atau sebagai istri dan ibu.

Anda biasanya ingin dimanja, tetapi ketika Anda menikah dan punya anak, Anda harus mengurus orang lain.

Hidup saya sangat sulit setelah perceraian. Saya melewati masa-masa sulit. Saya merasa tertekan karena saya tidak bisa hidup normal. Saya takut dan sangat stres. Saya khawatir tentang apa yang orang pikirkan tentang saya.

Dalam masyarakat kami, yang berpikiran tertutup, orang-orang memandang rendah para perempuan yang bercerai.

Foto Shaima

“Untuk mengurangi penderitaan, saya terlibat dalam kegiatan teater, akting, agar bisa melupakan derita sehingga menjadi berdaya serta menambah keterampilan saya.”

Sebelum menikah, Shaima bermimpi untuk bisa kuliah. Sekarang di rumahnya Shaima mengajar teater, seni, dan musik. Dia ingin meninggalkan Irak. Dia mengatakan mau saja menikah lagi sehingga orang lain akan berhenti membicarakannya.

Untuk mengurangi penderitaan saya, saya terlibat dalam kegiatan teater, akting, agar melupakan rasa sakit yang saya rasakan, sehingga menjadi berdaya serta meningkatkan keterampilan saya.

Saya ikut banyak festival dan acara internasional, dan menerima penghargaan tempat kedua untuk kategori aktris terbaik.

Dua bulan kemudian di Baghdad, saya memainkan peran dalam drama panggung “Shaqam.” Banyak negara lain yang ikut dalam festival ini: Iran, Mesir, Qatar, Tunisia dan juga banyak peserta dari kota-kota di Irak.

Drama kami berkisah tentang tragedi di kota Shingal yang dialami gadis-gadis Yezidi. Saya menulis ceritanya dengan bantuan Pak Hunar, seorang guru di kota Koya. Semua orang paling suka dengan drama kami, dan saya menerima penghargaan untuk Aktor Perempuan Terbaik.

Saya meminta kepada para orang tua: Jangan biarkan anak perempuan Anda menikah sebelum berusia 18 tahun. Jangan biarkan mereka membuat keputusan sendiri, karena pada usia itu mereka belum matang secara mental, sehingga tidak dapat membuat keputusan yang baik bagi masa depannya.

Hanya ketika anak-anak perempuan sudah mencapai usia 18 tahun, orang tua seharusnya memberi mereka hak untuk mengambil keputusan tentang pernikahannya.

Perspektif global

Persentase perempuan yang menikah sebelum umur 18
10% 20% 30% 40% 50% 60%
Peta

Amerika Serikat

6.2

Tingkat perempuan yang menikah sebelum umur 18 per 1.000 orang.

(That's about .6%
of 15- to 17-year-olds .)

Istilah ‘kawin anak’ mengacu pada perkawinan formal dan informal di mana seorang anak perempuan atau laki-laki tinggal bersama pasangannya seolah-olah menikah sebelum usia 18 tahun. ‘Perkawinan informal’ adalah perkawinan di mana suatu pasangan hidup bersama tanpa upacara sipil atau keagamaan secara resmi. Grafik kami berdasarkan informasi PBB. Sumber utama adalah sensus nasional dan survei rumah tangga, termasuk Survei Indikator Sosial atau Multiple Indicator Cluster Surveys (MICS) dan Survei Demografis dan Kesehatan atau Demographic and Health Surveys (DHS). Survei-survei ini mungkin mengandung kesalahan pada pengambilan sampel dan pengukuran data. Kami menggunakan angka perkawinan anak dan populasi PBB untuk memperkirakan berapa banyak perempuan di masing-masing negara yang menikah sebelum berusia 15 tahun dan sebelum berusia 18 tahun.

Sumber: “World Population Prospects: The 2017 Revision, DVD Edition”. The United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2017)

“Child Marriage Database.” UNICEF (March 2018)