Albania

‘Saya tidak tahu apa itu suami’

Pada usia 13 ½ tahun, Orkida Driza hanya tahu sedikit tentang pernikahan tetapi ia memahami kewajibannya terhadap keluarga sebagai seorang anggota minoritas Mesir di Albania. Dia harus menerima perjodohan yang diatur oleh ibunya dengan seorang pria yang hampir dua kali usianya, karena keluarga pria tersebut memiliki koneksi yang dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa saudara perempuannya. Pada usia 28, dia meninggalkan suaminya, mengambil anak-anak mereka, namun justru melakukan perjodohan yang mirip dengan yang dilakukan ibunya. Sekarang sebagai seorang nenek pada usia 40 tahun di ibu kota Tirana, Driza, menjadi pemimpin bagi keluarganya sendiri.

Transkrip:

Nama saya Orkida Driza, dan saya menikah ketika saya berumur 13 tahun dan 7 bulan.

Salah satu kakak perempuan saya menderita penyakit ginjal yang parah. Kedua ginjalnya gagal. Hidupnya benar-benar dalam bahaya.

Ibu saya memutuskan untuk menikahkan saya agar saudara perempuan saya dapat dioperasi, karena perempuan yang ingin saya menikahi putranya berhubungan baik dengan dokter di rumah sakit kota kami.

Perempuan itu bekerja dengan ibu saya dan mengatakan, “Jika Anda memberi saya putri bungsu Anda untuk (menikahi) putra saya, saya akan melakukan semua yang saya bisa agar putri Anda yang lain bisa menerima perawatan medis.”

Itu kewajiban saya bagi keluarga, dan saya melakukannya untuk menyelamatkan hidup saudara perempuan saya. Saya tidak tahu apa itu suami. Saya tidak tahu harus berbuat apa.

Saya hanya berpikir kita akan seperti teman dan sebagai gantinya, hidup saudara perempuan saya akan diselamatkan.

Suami saya tidak hanya buta, dia juga seorang pecandu alkohol yang tidak pernah ada di rumah.

Saya berumur 13 tahun dan 7 bulan, dan dia berusia 24 tahun. Pernikahan itu berlangsung 15 tahun. Saya punya empat anak dengannya.

Saya berusaha bertahan, bertahan, bertahan, bertahan. Kemudian saya tinggalkan dia, karena saya tidak tahan lagi.

Foto Xhensila Bukri menggendong putranya di Tirana, Albania.

Mantan pengantin anak Orkida Driza duduk di tempat tidur bersama putri dan cucunya. Pernikahannya berlangsung selama 15 tahun dan menghasilkan empat anak. (Foto oleh Matteo Bastianelli untuk VOA News)

Mantan pengantin anak Orkida Driza duduk di tempat tidur bersama putri dan cucunya. Pernikahannya berlangsung selama 15 tahun dan menghasilkan empat anak. (Foto oleh Matteo Bastianelli untuk VOA News)

Erjona Aliu, kanan, berusia 15 tahun ketika menikahi Besnik Aliu, yang saat itu berusia 23 tahun. Erjona yang kini berusia 20 tahun tengah hamil anak ketiganya. Mereka tinggal di Tirana, Albania.

Menjadi pengantin anak ketika berusia 12 tahun, Xhensila Bukri menggendong putranya Arben di Tirana, Albania. Kini di usianya yang 18 tahun, dia punya tiga anak. Saat ini suaminya sedang dipenjara.

LEFT: Erjona Aliu, kanan, berusia 15 tahun ketika menikahi Besnik Aliu, yang saat itu berusia 23 tahun. Erjona yang kini berusia 20 tahun tengah hamil anak ketiganya. Mereka tinggal di Tirana, Albania. RIGHT: Menjadi pengantin anak ketika berusia 12 tahun, Xhensila Bukri menggendong putranya Arben di Tirana, Albania. Kini di usianya yang 18 tahun, dia punya tiga anak. Saat ini suaminya sedang dipenjara.

Ketika anak tertua saya, Bleona, berusia 11 tahun, seseorang dari komunitas Mesir datang dan meminta menikahi putri saya.

Saya tidak punya pilihan lain. Saya pikir apa pun yang Tuhan rencanakan untuk saya, bahkan tidur di jalanan sekali pun, saya terima, tapi paling tidak putri saya punya tempat tinggal.

Saya tidak tahu siapa pun yang bisa menampungnya. Saya sangat menyesal, tetapi saya tidak punya pilihan.

Dia bertunangan pada usia 11. Pada usia 12 tahun, anak laki-laki itu membawanya ke rumahnya. Kemudian, ketika putri saya berusia 13 setengah tahun, dia resmi menjadi istrinya.

Kehidupan putri saya dengannya baik. Dia tidak minum-minum. Dia tidak bergaul dengan orang-orang yang jahat. Dia mengurus keluarganya. Dia merawat putriku dan anak-anak mereka.

Di usia saya sekarang ini, saya tidak lagi membutuhkan suami. Saya adalah pemimpin rumah tangga saya sendiri. Saya telah banyak menderita. Untuk apa saya membutuhkan laki-laki? Lebih baik saya merawat diri sendiri dan anak-anak.

Umur saya 40 tahun. Saya seorang nenek. Saya menyerukan kepada para ibu: Meskipun kita menikah pada usia muda, kita setidaknya harus memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anak kita.

Anda harus berusia minimal 20 tahun untuk menikah. Saya harus menikahkan anak perempuan saya karena kami tidak punya tempat tinggal. (Tanpa tempat tinggal) di mana saya bisa merawatnya?

Perspektif global

Persentase perempuan yang menikah sebelum umur 18
10% 20% 30% 40% 50% 60%
Peta

Amerika Serikat

6.2

Tingkat perempuan yang menikah sebelum umur 18 per 1.000 orang.

(That's about .6%
of 15- to 17-year-olds .)

Istilah ‘kawin anak’ mengacu pada perkawinan formal dan informal di mana seorang anak perempuan atau laki-laki tinggal bersama pasangannya seolah-olah menikah sebelum usia 18 tahun. ‘Perkawinan informal’ adalah perkawinan di mana suatu pasangan hidup bersama tanpa upacara sipil atau keagamaan secara resmi. Grafik kami berdasarkan informasi PBB. Sumber utama adalah sensus nasional dan survei rumah tangga, termasuk Survei Indikator Sosial atau Multiple Indicator Cluster Surveys (MICS) dan Survei Demografis dan Kesehatan atau Demographic and Health Surveys (DHS). Survei-survei ini mungkin mengandung kesalahan pada pengambilan sampel dan pengukuran data. Kami menggunakan angka perkawinan anak dan populasi PBB untuk memperkirakan berapa banyak perempuan di masing-masing negara yang menikah sebelum berusia 15 tahun dan sebelum berusia 18 tahun.

Sumber: “World Population Prospects: The 2017 Revision, DVD Edition”. The United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2017)

“Child Marriage Database.” UNICEF (March 2018)