Dilema Taiwan Menerima Pencari Suaka dari Hong Kong
Joyce Huang | VOA News
Dalam beberapa tahun terakhir, Taiwan telah menjadi tujuan yang populer bagi warga Hong Kong yang melarikan diri dari pemerintahan komunis. Pemerintah Taipei mengatakan mendukung eksil dari mantan koloni Inggris itu, tapi keadaan di masa depan masih tidak pasti karena Taiwan tidak punya undang-undang pengungsi.
Kacey Wong yang berusia lima puluh satu tahun adalah seorang seniman visual kontemporer. Ia juga seorang aktivis pro-demokrasi di Hong Kong. Dalam satu dekade ini, karya seninya yang merupakan protes seringkali muncul dalam demo anti pemerintah.
Wong mengatakan setelah China menerapkan undang-undang keamanan nasional yang keras di mantan koloni Inggris itu pada Juli lalu, Hong Kong diselimuti ketakutan. Ia mengecek media sosial setiap pagi untuk melihat apakah ada temannya yang ditangkap malam sebelumnya.
Setelah mengetahui namanya masuk ke dalam daftar budaya yang tidak diinginkan di koran yang pro pemerintah, Wong bergegas lari ke Taiwan.
“Saya harus meninggalkan Hong Kong demi bisa menyuarakan pendapat saya secara independen,” ujarnya. “Tidak ada yang mau hidup di kota yang terus-menerus membuat kita takut.”
Data dari Badan Imigrasi Nasional Taiwan menunjukkan jumlah warga Hong Kong yang pindah ke Taiwan meningkat.
Lebih dari 10.000 orang pindah dari Hong Kong ke Taiwan pada 2020, jumlah terbanyak dalam sejarah dan hampir dua kali lipat dari 2019. Pada tujuh bulan pertama di tahun 2021, lebih dari 5.000 warga Hong Kong tiba di Taiwan.
Lo Chih-cheng, seorang legislator dari Partai Progresif Demokratik Taiwan yang berkuasa, mengatakan ada mekanisme yang cukup untuk membantu mereka yang melarikan diri dari Hong Kong tergantung kasusnya.
Lo mengatakan meloloskan undang-undang suaka bisa jadi risiko bagi keamanan nasional karena akan membuka perbatasan pulau tersebut kepada pemegang paspor dari seluruh dunia, termasuk China.
“Terkait orang-orang dari China daratan, masalahnya lebih rumit dan sensitif, karena sangat mungkin ada mata-mata yang pura-pura jadi pengungsi dan ingin datang ke Taiwan,” kata Lo.
Tapi kelompok hak asasi manusia mengatakan kebijakan yang ada saat ini terlalu menyulitkan bagi warga Hong Kong untuk bisa mendapatkan izin tinggal tetap, khususnya bagi mereka yang memenuhi syarat untuk mendapatkan izin kerja. Menurut mereka, tanpa undang-undang suaka, kebijakan Taiwan terhadap Hong Kong dan China bisa berubah dengan gampang, tergantung partai politik apa yang berkuasa.
“Pemerintahan Partai Progresif Demokratik menunjukkan niat baik kepada warga Hong Kong, tapi apakah pemerintahan berikutnya akan mengikuti jejak mereka tanpa undang-undang suaka?” kata Wang Si, anggota Asosiasi Hak Asasi Manusia Taiwan. “Oleh karena itu, menurut kami undang-undang pengungsi penting untuk melembagakan kerangka suaka permanen.”
Para pengamat mengatakan Taipei tidak punya undang-undang untuk para pengungsi dan pencari suaka karena takut memprovokasi Beijing.
“Undang-undang itu akan berlaku hanya bagi orang asing, tapi gagasan untuk memasukkan orang-orang dari Hong Kong, Macau dan China sebagai orang asing akan menyinggung China,” kata Jacob Lin, seorang pengacara hak asasi manusia di Taipei. “Ini menjadi tabu politik yang sangat kontroversial.”
Lin mengatakan Taiwan sering menolak menerima para pencari suaka kecuali ada risiko keamanan atau landasan hukumnya lemah. Taiwan mulai melonggarkan pembatasan bagi murid sekolah menengah dari Hong Kong dan Macau yang ingin sekolah di Taiwan, mulai September 2022 – sebuah cara untuk membantu eksil yang masih remaja.
“Saya harus meninggalkan Hong Kong demi punya suara independen. Tidak ada yang mau hidup di kota yang terus-menerus membuat kita takut. ”