Eksil Pro-Demokrasi dari China Datang ke Australia

Banyak orang dari China daratan dan Hong Kong menemukan surga di selatan katulistiwa di Australia untuk bekerja, sekolah dan berlindung.

“Australia adalah negara demokrasi yang multikultur dan sangat cantik,” kata Feng Chongyi.

Asli dari China, Feng adalah seorang dosen sebuah universitas di Sydney. Pada 2020, media pemerintah China Global Times menuduhnya sebagai mata-mata Australia, menyinggung perjalanannya ke China pada tahun 2017 ketika Feng diinterogasi oleh pihak berwenang. Feng membantah tuduhan tersebut dan mengatakan pada South China Morning Post tuduhan itu bagian dari “mesin propaganda” China. Ia menggambarkan Australia sebagai surga bagi kebebasan intelektual.

“Generasi 1980an seperti saya dibesarkan untuk percaya pada demokrasi,” ujarnya.

Pada 1989, ia menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh Beijing terhadap gerakan mahasiswa yang pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen.

“Saya datang ke sini untuk melarikan diri dari China,” kata Feng.

Feng Chongyi, seorang dosen kajian China di Sydney, menggambarkan Australia sebagai surga bagi kebebasan intelektual. (VOA News)

Feng Chongyi, seorang dosen kajian China di Sydney, menggambarkan Australia sebagai surga bagi kebebasan intelektual. (VOA News)

Fatima Abdulghafur juga meninggalkan China untuk mencari kebebasan. Ia lahir di sebuah tempat yang ia kenal sebagai Turkistan Timur. China menyebutnya Xinjiang.

“Saya meninggalkan China, karena saya melihat saya mungkin akan selamanya jadi budak,” kata Abdulghafur.

Ia mengacu pada perlakuan China terhadap kelompok minoritas Muslim Uyghur, yang menurut kelompok hak asasi manusia lebih dari 1 juta orang Uyghur ditahan di kamp.

“Ayah saya dibawa ke kamp,” kata Abdulghafur. “Saudara laki-laki saya juga dibawa ke kamp.”

Abdulghafur mengatakan ayahnya meninggal di kamp. Ia datang ke Australia setelah menikah, setelah sebelumnya tinggal di Amerika Serikat.

Ada lebih dari 650.000 imigran kelahiran China yang tinggal di Australia, dan mereka merupakan kelompok ketiga terbesar setelah orang-orang dari Inggris dan India. Angka tersebut belum termasuk dari Taiwan atau Hong Kong, yang juga tinggal di kota-kota besar seperti Sydney. Banyak yang takut bicara kepada VOA.

“Karena mereka (pemerintah China) punya ‘senjata’, (karena) keluarga mereka masih di China,” kata Feng. “Mereka takut.”

Bagi warga Hong Kong, Australia akan menyediakan jalur untuk menjadi penduduk tetap mulai Maret tahun depan. Program baru ini berawal dari komitmen Australia terhadap Hong Kong tak lama setelah Beijing menerapkan undang-undang keamanan nasional. Undang-undang tersebut merupakan respon terhadap protes pro-demokrasi pada 2019, namun para pengamat menganggapnya sebagai pembatasan kebebasan bersuara. Media pemerintah China mengatakan undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi warga.

Feng mengatakan selama bertahun-tahun di Sydney, ia melihat perbedaan sikap antara diaspora China yang lebih tua yang mendukung pandangan dunia barat, dengan imigran China baru, yang menunjukkan pendapat keras dan patriotik terhadap tanah air mereka.

“Pada 2008, terjadi perubahan ke arah yang berlawanan,” kata Feng. “Mahasiswa China dan imigran China kembali turun ke jalan, tapi kali ini untuk mendukung pemerintah China dan menekan gerakan demokrasi China.”

Tapi justru itu mungkin yang menjadi daya tarik Australia bagi imigran seperti Feng dan Abdulghafur – Australia menawarkan kebebasan bagi mereka untuk mengungkapkan pendapat mereka dengan terbuka.

“Saya meninggalkan China, karena saya melihat saya mungkin akan selamanya jadi budak. ”

Fatima Abdulghafur, Uyghur yang tinggal di Sydney

Kredit

PENULIS, PRODUSER: Elizabeth LeeKONTRIBUTOR: Phil MercerVIDEOGRAFER: Roger Maynard Koordinator pasca produksi: Marcus Harton

Tentang laporan ini

Pada 2010-2020, Badan Pengungsi PBB melaporkan peningkatan konsisten jumlah pencari suaka dari China yang mencapai lebih dari 630.000 orang. Secara terpisah, jumlah pencari suaka dari Hong Kong meningkat drastis, dari 22 orang pada tahun 2018 menjadi 487 orang pada 2020, meskipun pandemi tengah berlangsung. Para pencari suaka hanya satu bagian dari kisah eksodus China, selain cara lain yang diambil warga China dan Hong Kong untuk emigrasi. Laporan ini mengkaji kenapa orang meninggalkan China dan ke mana mereka pindah.