Enver Turdi melaporkan berita di Xinjiang dan terus menyuarakan pelanggaran hak asasi manusia di China, bahkan setelah setahun ditahan di Turki. (VOA News)

Anak-anak Uyghur yang Ditahan Dapatkan Perlindungan di Sekolah di Istanbul

Mujahid adalah pengungsi Uyghur yang berusia 12 tahun di Turki.

“Saya ingat di rumah, kami biasanya ke kolam renang bersama ayah saya dan bertanding,” kata Mujahid yang berusia 12 tahun yang hanya menggunakan nama depannya demi alasan keamanan. “Kami bersenang-senang. Saya waktu itu berusia 4 tahun, masih kecil sekali. Kadang saya ingat kalau melihat foto ibu dan ayah saya.”

Mujahid menambahkan, “Hal terakhir yang dikatakan (orang tua) saya adalah, ‘Meskipun kamu mungkin melupakan kami, kami tidak akan pernah melupakanmu.’”

Mujahid adalah salah satu dari belasan anak Uyghur yang tinggal di sekolah ini di Istanbul, yang mengajarkan Bahasa Uyghur, matematika, agama dan pelajaran lainnya sebelum dan sesudah sekolah umum berlangsung. Sebagian besar murid tinggal dengan orang tua atau keluarga mereka, tapi banyak juga, seperti Mujahid, yang tinggal di sekolah ini. Orang tua mereka diduga ditahan oleh pemerintah China.

Amnesty International mengatakan satu juta atau lebih dari sebagian besar Muslim Uyghur dari Xinjiang, telah ditahan di pusat-pusat seperti ini sejak 2017. Xinjiang adalah daerah otonomi China di mana sebagian besar Uyghur tinggal.

Ini merupakan upaya sistematik yang disebut Amnesty sebagai “kejahatan kemanusiaan” termasuk “setidaknya … hukuman penjara, siksaan, dan penganiayaan.”

China membantah telah melakukan penyiksaan terhadap Uyghur selama beberapa dekade dan mengatakan pusat-pusat modern yang mereka bangun bertujuan mengajari keterampilan kejuruan untuk menghapus kemiskinan. Pemerintah China juga mengatakan beberapa tindakan terhadap Uyghur bertujuan untuk memberantas ekstremisme Islam dan yang dituduh oleh pihak asing sebagai pelanggaran hak manusia adalah upaya untuk mengacaukan China demi kepentingan politik.

Sebanyak 50.000 Uyghur bekerja dan hidup di Turki, dan negara ini umumnya dianggap sebagai tempat yang aman bagi pengungsi Uyghur. Tapi orang-orang Uyghur dan pengacara mereka mengatakan hubungan ekonomi dan keamanan antara Turki dan China makin menguat dalam beberapa tahun terakhir, dan begitu pula ancaman terhadap komunitas Uyghur.

Enver Turdi melaporkan berita di Xinjiang dan terus menyuarakan pelanggaran hak asasi manusia di China, bahkan setelah sempat ditahan selama setahun di Turki.

“Turki menahan dan menginvestigasi orang-orang selama berbulan-bulan atau setahun dan tidak menemukan apa-apa. Begitu mereka mendapatkan informasi yang benar, mereka membebaskan mereka. Sudah tiga tahun dan saya masih diinvestigasi. China tidak bisa memberikan bukti.”

Para pengacara mengatakan orang-orang Uyghur makin khawatir orang-orang yang ditahan akan dideportasi ke China di mana mereka bisa dipenjara atau lebih buruk dari itu.

“Kalau mereka berhenti menyiksa orang-orang dan tidak mengganggu kami, saya mungkin akan pulang suatu hari nanti,” kata Abdullah, 11, seorang pengungsi Uyghur di sekolah itu yang juga hanya menggunakan nama pertama karena alasan keamanan.

Anak-anak ini mengatakan meskipun banyak yang hidup bersama orang tua mereka di Istanbul, semua orang yang mereka kenal di sekolah pasti punya anggota keluarga yang menghilang.

“Hal terakhir yang dikatakan (orang tua) saya adalah, ‘Meskipun kamu mungkin melupakan kami, kami tidak akan pernah melupakanmu.’ ”

Mujahid, 12, seorang pengungsi Uyghur di Turki

Kredit

PENULIS: Heather MurdockVIDEOGRAFER: Umut Colak Koordinator pasca produksi: Marcus Harton

Tentang laporan ini

Pada 2010-2020, Badan Pengungsi PBB melaporkan peningkatan konsisten jumlah pencari suaka dari China yang mencapai lebih dari 630.000 orang. Secara terpisah, jumlah pencari suaka dari Hong Kong meningkat drastis, dari 22 orang pada tahun 2018 menjadi 487 orang pada 2020, meskipun pandemi tengah berlangsung. Para pencari suaka hanya satu bagian dari kisah eksodus China, selain cara lain yang diambil warga China dan Hong Kong untuk emigrasi. Laporan ini mengkaji kenapa orang meninggalkan China dan ke mana mereka pindah.