Mohammad, 16, tengah, dan sepupunya serta adiknya melarikan diri dari militan ISIS tiga hari lalu setelah rumah mereka hancur, dan menewaskan sepupu Mohammad yang masih bayi dan pamannya. 23 Juni 2017, di Hammam Alil, Ira. (H. Murdock/VOA)
Di luar sebuah salon di Mosul Timur pekan lalu, selagi putrinya merias para pelanggan, Umm Safaa menjelaskan mengapa ia tidak mengizinkan siapapun memotret salonnya.
“Kalau militan ISIS melihat sesuatu yang baik di televisi, mereka membomnya,” katanya. “Lihat itu restoran My Beautiful Lady. Lihat itu toko parfum.”
Beberapa bulan lalu, militan menyerang kedua tempat usaha itu setelah keduanya disebut dalam berita televisi sebagai tanda bahwa “Mosul akan kembali” setelah hampir tiga tahun di bawah kekuasaan ISIS. Sekurang-kurangnya 26 orang tewas dalam serangan itu, tetapi warga setempat mengatakan jumlah korban jiwa sebenarnya jauh lebih besar.
Hari Jumat, pembom bunuh diri menyerang sebuah pasar yang ramai di Mosul Timur selagi pasukan Irak di Mosul Barat bertempur untuk merebut benteng terakhir ISIS. Tidak diketahui berapa banyak orang yang tewas atau cedera hari itu, tetapi sebagaimana kebanyakan hari di Mosul, kekerasan sangat parah.
Menurut para pejabat 100 ribu orang mungkin terjebak di Kota Lama Mosul dan ribuan orang melarikan diri menuju kamp-kamp di padang pasir setiap hari, 15 Juni 2017, dekat Hammam Alil, Irak. (H. Murdock/VOA)
Serangan ekstremis yang sering terjadi di Mosul setelah tahun 2004 membuat Irak menjalankan tata pemerintahan yang keras, yang membuat rakyat mencurigai pemerintah, kata Zainab, umur 40 tahun, di rumahnya di Mosul Timur. Jadi ketika ISIS mengambil alih kekuasaan, tidak ada perlawanan dari keluarga-keluarga yang bertahan untuk tinggal di kota itu.
“Sekarang keadaannya lebih baik,” katanya. “Tentara tidak mengganggu kami.” Hampir semua perabotan rumah tangganya sudah dijual untuk membeli makanan selama kekuasaan ISIS, ia pun menyilahkan tamu duduk di satu-satunya kursi plastik berwarna jingga, dan mengatakan membaiknya hubungan antara tentara dan masyarakat akan membantu memadamkan ekstremisme, meskipun belum tentu berarti konflik berakhir.
“Kami takut ISIS mungkin berkuasa lagi dalam beberapa tahun,” kata Zainab. “Sebelum mundur, mereka menulis pada tembok-tembok bangunan: “Kami akan menjadi lebih besar dan lebih kuat. Dan kami akan kembali.”
Di seluruh Mosul Barat, rumah-rumah ada lubangnya. ISIS memaksa penduduk membuat lubang itu agar mereka dapat dengan leluasa bergerak dari rumah ke rumah tanpa terlihat dari atas guna menghindari serangan udara. Tentara sekarang menggunakannya di wilayah-wilayah yang telah mereka rebut untuk berlindung dari penembak jitu ISIS, 23 Juni 2017, di Mosul, Irak. (H. Murdock/VOA)
Sementara Mosul Timur berusaha pulih di tengah-tengah serangan yang terus berlangsung, sebagian besar wilayah Mosul Barat merupakan padang kehancuran, dengan mayat-mayat dikubur di kebun dan tertimbun reruntuhan. Mayat-mayat pejuang ISIS membusuk di jalanan sementara keluarga-keluarga melarikan diri, kelaparan, dan banyak yang cedera karena pertempuran yang terus berkecamuk di Kota Lama.
Sekitar 100 ribu orang penduduk terjebak di Kota Lama dan sekarang disebut sebagai “sandera” karena ISIS menggunakan mereka sebagai perisai manusia dalam pertempuran.
“Serangan udara menghantam rumah kami, tetapi kami tetap bersembunyi di bawah atap yang runtuh,” kata Mohammad, umur 16 tahun, yang duduk di atas tikar di kamp pengungsi di luar kota tiga hari setelah keluarganya melarikan diri. Kakinya yang tinggal satu diperban, dan tampak bercak darah kering di betisnya. Ia kehilangan satu kaki akibat serangan mortir bulan Maret.
Ketika pasukan Irak mendekat ke rumahnya yang rusak, “mereka berteriak, ‘Keluar! Datang ke sini!’” kata Mohammad. Ayahnya berlari melintasi atap-atap rumah tetangga dengan menggendong Mohammad.
“Kedua orang tua saya akan kembali ke sini,” tambah Mohammad, menjelaskan mengapa ayahnya tidak ada di kamp. “Mereka kembali ke desa untuk mencari mayat paman dan sepupu saya.” Ahmed, sepupu Mohammad itu, berumur 1 tahun.
Kota Lama, benteng terakhir ISIS di Mosul, penuh dengan jalan-jalan sempit dan rumah-rumah tua sehingga tentara terpaksa bertempur tanpa kendaraan dan membuat serangan udara menimbulkan korban sangat besar, 23 Juni 2017, di Mosul, Irak. (H. Murdock/VOA)
Sementara ribuan orang melarikan diri dari Kota Lama, tidak jelas berapa lama lagi pertempuran akan masih berlangsung, menurut Brigadir Jenderal Mohammad al-Khodary, juru bicara Kementerian Pertahanan Irak, di sebuah rumah sakit lapangan di luar medan pertempuran.
“Wartawan selalu bertanya kapan kemenangan akan diraih. Tetapi lebih penting menyelamatkan para sandera di dalam daripada merebut wilayah,” kata al-Khodary.
Jumat petang, puluhan warga yang tewas dan terluka diangkut ke rumah sakit itu dengan mobil Humvee. Tentara mengatakan para pembom bunuh diri melarikan diri, menyamar sebagai pengungsi. Keluarga-keluarga penduduk juga menjadi sasaran serangan udara, mortir, dan penembak jitu.
“Masih banyak keluarga terjebak di wilayah ISIS,” kata Letnan Jenderal Pasukan Khusus Ma’an Zaid Ibrhahim. “Insha Allah, kami akan bebaskan mereka semua.”
Mayor Assad al-Assadi, kiri, dan Letjen Abdul Ghani al-Assadi dari Pasukan Khusus Irak, atau Divisi Emas, meninjau kawasan-kawasan di Kota Lama yang direbut tentara dalam beberapa hari terakhir, yang sekarang kosong dan hancur, 22 Juni, di Mosul, Irak. (H. Murdock/VOA)
Bagi militer Irak, melangkah ke depan setelah jatuhnya Mosul akan berarti bergerak ke wilayah lain di Irak yang masih dikuasai ISIS, termasuk Tal Afar, kota yang terletak di tengah-tengah antara Mosul dan perbatasan Suriah.
Namun untuk warga Mosul, itu berarti membangun kembali kampung, infrastruktur air dan listrik, bisnis, jalan, dan kehidupan.
Di Mosul Timur, pembangunan telah dimulai. Mayat-mayat pejuang ISIS dan yang lain telah disingkirkan atau dikubur. Lubang-lubang akibat serangan udara ditimbun. Air minum dan listrik telah pulih di banyak tempat.
Namun setelah begitu begitu banyak kehancuran, prosesnya berjalan lambat dan biayanya tidak terjangkau pemerintah setempat, menurut Ahmed Saleh al-Jabourri, wakil direktur urusan perkotaan Mosul.
Pembangunan sedang berlangsung di Mosul Timur, dengan banyak jalan dan bangunan sudah diperbaiki. Namun menurut para pejabat kehancuran oleh ISIS dan akibat perang sangat parah sehingga mereka tidak tahu berapa lama waktu yang akan diperlukan untuk membangun kembali, atau berapa besar biaya yang diperlukan, 8 Juni 2017. (H. Murdock/VOA)
“Kami tidak tahu persis seberapa besar biaya diperlukan karena kehancuran yang ekstrem,” katanya di kantornya di Mosul, yang pernah dijadikan markas besar para pemimpin lokal ISIS. “Misalnya, satu bom mobil dapat menghancurkan seluruh kampung.”
Membangun kembali kehidupan, tambahnya, akan memerlukan lebih dari sekedar jalan. Para pegawai negeri di Mosul umumnya berharap menerima rapel gaji dari Bagdhad setelah tidak dibayar ketika ISIS mengambil alih kekuasaan tiga tahun yang lalu, dan hanya beberapa kelompok pegawai negeri yang telah mulai menerima gaji lagi.
Di sebuah SMA, para guru mengatakan tidak adanya gaji menghambat upaya pemulihan, lebih serius daripada yang diperkirakan orang. Sebagian besar guru belum dibayar setelah sekolah dibuka kembali bulan Januari, menurut kepala sekolah, Ode Ghanem, sehingga sistem sekolah yang sudah tertatih-tatih ditangani oleh guru-guru relawan yang sangat miskin.
“Keadaan kami dapat membuat batu menangis,” kata Ghanem. “Kami tidak paham mengapa para pemimpin kami tidak menangis.”
Seorang tentara Irak mengamati kehancuran akibat serangan udara dan bom bunuh mobil di benteng terakhir ISIS, Kota Lama Mosul, 18 Juni 2017. (H. Murdock/VOA)