"Saya lahir di rumah itu," kata Marion Eden, sambil menunjuk rumah batu bata dua lantai di dekatnya. Marion yang berusia 79 tahun telah bertani seumur hidupnya.
Setelah memakai sepatu boot karet yang tinggi, Marion Eden, 79 tahun, menuju ke lumbungnya untuk mengecek sapi ternaknya jenis Black Angus. Ia telah bertani di lahan dekat Elizabeth, Illinois, ini sejak ia berumur 5 tahun.
“Saya lahir di rumah itu,” katanya, sambil menunjuk rumah batu bata dua lantai di dekatnya.
“Dulu, orang-orang bekerja sejak masih muda, dan saya telah mengerjakan hal yang sama sampai sekarang selama 75 tahun, kebanyakan mengurusi ternak,” katanya.
Ia sekarang memiliki 25 ekor ternak dan juga menyewakan sebagian dari tanahnya ke petani yang menanam kedelai dan jagung. Satu-satunya tanaman yang Marion panen adalah jerami, yang ia beri kepada ternaknya.
Tak ada lagi dari tujuh orang kakak adiknya yang masih bertani. Mereka kini tinggal di berbagai kota di Amerika, dengan anak dan cucu yang jauh dari ladang pertanian.
“Anda harus betul-betul ingin bertani,” katanya. “Anda harus cinta bertani untuk bisa mengembangkan pertanian Anda.”
Putrinya yang tinggal di kota mengunjunginya sekali-sekali dan menikmati keindahan alam dan bintang-bintang yang terlihat pada malam hari.
Tapi Marion mengerti mengapa sekarang hanya sedikit orang muda yang ingin bertani. Tidak hanya orang muda lebih tertarik tinggal di kota besar, tapi bertani kini lebih mahal dan sulit.
Sulit bagi orang muda untuk bertani apabila ia tidak mewarisi pertanian atau mempunyai uang yang cukup untuk membeli lahan. Setidaknya 62 persen dari petani AS berusia 55 tahun atau lebih.
Marion menyebutkan unsur ketidakpastian dalam bisnis ini di mana petani bisa kehilangan hasil panen akibat hujan es atau kekeringan. Mereka juga menderita dan “dihukum” oleh pasar jika hasil panen berlebih, karena harga hasil panen mereka bisa turun jauh.
Marion merasa kasihan terhadap petani muda yang berusaha sukses ketika pupuk, mesin ternak, dan harga mesin-mesin panen membuat mereka sulit untuk mengembangkan pertanian mereka.
“Kalau hasil panennya besar,” jelas Marion, “biaya yang dibutuhkan untuk memanen atau mengeringkan gandum juga lebih besar, dan kalau harga jualnya rendah, laba bersih yang ia dapatkan lebih sedikit.”
Ada program pemerintah AS yang menyediakan asuransi bagi petani untuk membantu mereka apabila mengalami gagal panen. Asuransi ini bagian dari subsidi pemerintah pusat yang bernilai sekitar $20 milyar. Tapi Marion mengatakan preminya tinggi dan keadaan pasar tidak bisa diprediksi.
Para petani, katanya, adalah kaum konservatif yang hampir selalu memilih kandidat dari Partai Republik, tapi ada lebih banyak pendukung Partai Demokrat di kota-kota yang lebih besar seperti di Jo Daviess, dan mereka membantu Presiden Barack Obama menang di daerah tersebut pada tahun 2012.
Tapi pada pemilu bulan November lalu, sebagian besar memilih Donald Trump, yang artinya mantan pendukung Obama telah berpaling.
“Saya kira orang-orang memilih untuk perubahan,” kata Marion. “Siapapun yang mereka pilih dulu, tidak ada yang berubah.”
Marion mengikuti perkembangan berita, tapi menurutnya, banyak isu yang didiskusikan pada tingkat nasional yang tidak relevan bagi petani di Illinois barat laut.
Terorisme, contohnya, adalah suatu hal yang membuatnya khawatir sebagai seorang warga Amerika dan karena banyak orang terdekatnya yang tinggal di bagian lain Amerika. Tapi katanya, “Di sini, terorisme bukan sesuatu yang membuat saya khawatir.”
Marion Eden, yang bertani di luar Elizabeth, Illinois, mengerti mengapa hanya sedikit orang muda yang bertani sekarang.”Anda harus betul-betul ingin bertani,” katanya. “Anda harus cinta bertani untuk bisa mengembangkan pertanian Anda.”
Sama halnya dengan imigrasi, yang ia rasa tidak berdampak langsung di kawasan ini.
Jenis pertanian di sini tidak bergantung pada tenaga kerja imigran seperti di daerah lain.
Beberapa imigran di Jo Daviess kebanyakan bekerja di hotel dan restoran di Galena, sebuah kota wisata di mana pemimpin kota tengah berdebat bagaimana kota mereka akan bereaksi terhadap pemerintahan Trump yang menargetkan “kota suaka,” kota-kota yang tidak mau membantu pemerintah menangkap imgiran gelap.
Meskipun Galena hanya 30 menit dari Jo Daviess, apa yang terjadi di Jo Daviess tidak terlalu berdampak bagi orang-orang di pedesaan.
Marion, yang menambah penghasilannya dengan bekerja sampingan di perusahaan asuransi pertanian lokal, mengatakan ia tidak mau terlibat dalam politik.
Tapi Marion yang sebentar lagi memasuki usia 80 tahun, tetap ingin terus bertani selama masih sehat.