Warga sipil Irak meninggalkan rumah mereka saat perang antara pasukan Irak dan militan ISIS pecah, di Mosul barat, Irak, 13 Maret 2017. (Foto: dok.)
Mosul dikenal sebagai Mutiara di Utara.
Sejarah Mosul dimulai sejak abad ke-25 sebelum Masehi, dan selama 13 abad dikuasai oleh bangsa Asiria, dan pernah menjadi salah satu kota yang bahkan lebih besar daripada Babylon.
Kota itu kemudian dikenal sebagai Nineveh, dan terletak 30 kilometer utara kota Mosul modern. Kota itu adalah kota penting di Mesopotamia, tempat lahirnya peradaban dengan penemuan-penemuan penting seperti roda, penanaman biji-bijian dan penggunaan tulisan tangan. Asal usul pengobatan modern dan matematika bermula di kota ini. Para penduduk asli Sumeria adalah orang-orang pertama yang mengajukan pertanyaan tentang eksistensi manusia seperti: Siapa kita? Di manakah kita? Bagaimana kita sampai di sini? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi dasar filosofi Yunani kuno dan selanjutnya, dunia modern.
Tapi Mutiara di Utara, seperti Mesopotamia, juga telah mengalami peperangan besar yang memecah belah suku, ras, agama, negara dan kerajaan, dan siklus balas dendam yang berkepanjangan. Kata Mosul berarti “titik penghubung” dan terletak di tengah rute yang menghubungkan Mesopotamia utara dengan Anatolia, yang terus memikat pasukan bersenjata untuk menguasai kawasan tersebut.
Sejak abad ke-7, kota ini berdiri di tepi barat Sungai Tigris, berseberangan dengan kota Asiria kuno Nineveh di tepi timur, yang menarik masuknya orang-orang Muslim Arab , Kurdi dan Turki. Pada tahun 637, kota tersebut dianeksasi oleh Kekhalifahan Rashidun di bawah pimpinan Utba bin Farqad Al-Salami. Mosul kemudian berkembang hingga mencakup kedua tepi sungai, walaupun orang-orang Assiria terus menyebutnya Mosul Nineveh atau Ninweh. Pada tahun 1538, Sultan Suleyman Agung merebut Mosul dari Persia, dan menjadikannya bagian dari Kekaisaran Usmaniyah.
Ketika Kekaisaran Usmaniyah kalah pada Perang Dunia I, pasukan Inggris menduduki Mosul dan menerapkan kesepakatan rahasia pada tahun 1916 antara Inggris dan Perancis untuk memecah Kekaisaran Turki. Perjanjian Sykes-Picot menentukan perbatasan modern Irak, membentuk negara yang mengelompokkan Kurdi dengan Sunni dan Arab Syiah, Assiria dan Yazidi. Sebuah monarki didirikan, dan pada tahun 1932, Irak mendapat kemerdekaan dari Inggris.
Dalam kondisi terpecah belah, kelompok etnis dan agama bergulat dengan peta Timur Tengah baru yang dibentuk oleh barat. Di bawah kepemimpinan diktator Saddam Hussein dan Partai Ba’ath, penyusunan peta baru terus berlangsung. Mosul dan provinsinya disekitarnya, seperti kawasan Irak utara lainnya, mengalami perubahan demografis besar-besaran, termasuk pemindahan paksa oleh pemerintah Irak untuk mengurangi kawasan dan pengaruh budaya kaum minoritas pribumi – Kurdi, Yazidi, Assiria, Shabaks, Armenia, Turkmen dan Mandean.
Pemerintah Irak melakukan upaya terpadu mulai dari pertengahan 1970an untuk mengusir kaum minoritas dan mendorong pemukim Arab untuk datang. Sekitar 200.000 warga Kurdi mengungsi ke wilayah lain negara tersebut sepanjang tahun 1978 dan 1979.
Puluhan tahun kemudian, ketika kekerasan sektarian meletus setelah invasi yang dipimpin AS terhadap Irak dan penggulingan Saddam, banyak pihak menyalahkan Perjanjian Sykes-Picot yang memecah belah kelompok-kelompok etnis di kawasan itu. Ketika kelompok ekstrimis Sunni ISIS mengumumkan pendirian kekhalifahannya, ISIS menggarisbawahi berakhirnya kesepakatan Sykes-Picot. ISIS bahkan memasang video buldozer yang meratakan tanggul penanda perbatasan antara Irak dan Suriah.
Invasi tahun 2003 yang dipimpin oleh AS semula direncanakan dimulai di Mosul. Ketika para pembuat kebijakan menyusun rencana perang, mereka berencana menyerang dari Turki dan menjadikan kota penting di utara itu sebagai target utama. Tapi Turki tidak menyetujui operasi itu, dan memaksa pasukan menyerang dari Kuwait di selatan.
Mosul jatuh pada 11 April 2003, ketika Korps Angkatan Darat ke-5 Irak, yang setia pada Saddam, meninggalkan kota tersebut dua hari setelah Baghdad direbut. Pasukan Khusus AD AS bersama pejuang Kurdi kemudian menuju ke Mosul. Putra-putra Saddam, Uday dan Qusay, yang bersembunyi di kota tersebut, tewas tiga bulan kemudian dalam sebuah baku tembak dengan pasukan koalisi.
Di bawah pendudukan koalisi, Divisi Lintas Udara Angkatan Darat AS yang ke-101, batalyon sipil dan LSM mulai membangun kembali kota Mosul. Tentara AS dengan sigap mengakhiri pemberontakan yang menentang kehadiran mereka di kota tersebut.
Tapi keamanan di kota itu mulai memburuk dalam beberapa bulan kemudian, dan tanggal 24 Juni 2004, serangan bom mobil yang terkoordinasi menewaskan 62 orang. Menjelang bulan November, Mosul, seperti wilayah lainnya di Irak, diguncang oleh pemberontakan oleh kelompok-kelompok Sunni dan Syiah. Di Mosul, tantangan terbesar datang dari kelompok Islam keras yang disebut Jamaat Ansar al-Sunnah, koalisi pejuang Arab Sunni dan Kurdi Sunni, bersama Abu Musab al-Zarqawi dan kelompoknya Jama’at al Tawhid wal-Jihad. Kelompok itu, yang juga dikenal sebagai al-Qaida di Irak, pendahulu ISIS, dan berhasil merebut Fallujah, Ramadi, Samarra dan Baquba.
Satu bulan kemudian, 14 tentara AS, empat pekerja kontraktor Amerika dan empat tentara Irak tewas dalam serangan bunuh diri di aula asrama pangkalan koalisi. Sejak itu, Mosul tidak pernah bebas dari pemberontak.
Pada tahun 2008, keamanan semakin memburuk. Tanggal 23 Januari 2008, 36 orang tewas dalam sebuah ledakan di gedung apartemen. Keesokan harinya, penyerang bunuh diri menewaskan kepala polisi setempat Jenderal Salah Mohammed al-Jubouri ketika ia memeriksa lokasi ledakan.
Pada bulan Mei, AS mendukung serangan pasukan Irak yang dipimpin oleh Jenderal Riyadh Jalal Tawfiq, dengan harapan bisa menekan para pemberontak. Pada tahun itu, 12.000 umat Kristen Assiria melarikan diri dari Mosul setelah para pemberontak Sunni membunuh puluhan umat mereka dan mengancam membunuh orang Kristen yang menolak masuk Islam.
Ini cuplikan gambaran di Mosul sebelum diserang ISIS bulan Juni 2014. Setelah menyatakan berdirinya kekhalifahan baru, ISIS meluncurkan gelombang teror terhadap umat Kristen, Yazidi dan sesama Muslim.