Nathir Bashir, 36, tahun, dipaksa mengajar di sekolah ISIS selama dua setengah tahun, tapi ia mengurung anaknya di rumah, jauh dari ideologi ISIS, di Mosul, Irak, 27 November 2016. (H. Murdock/VOA)
Ketika militan ISIS tiba di Mosul, sekolah-sekolah sedang liburan musim panas. Kemudian muncul sebuah pengumuman yang dipasang di pintu mesjid pada hari Jumat, yang memerintahkan semua guru supaya datang melapor ke sekolah.
Saya tidak khawatir, karena pada mulanya kami menganggap mereka adalah para penyelamat. Mereka mula-mula tidak mengganggu warga sipil, tapi setelah satu atau dua bulan mereka mulai mengeluarkan perintah-perintah, seperti orang-orang perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa ditemani oleh suami atau saudara laki-laki mereka.
Ketika para militan mulai membunuhi warga Kristen dan suku Yazidi, dan merampoki rumah-rumah penduduk, barulah kami sadar bahwa mereka teroris.
Halaman depan sebuah buku tentang tatabahasa Arab menunjukkan militan sedang bertempur di Mosul, Irak, 23 November 2016. (H. Murdock/VOA)
Mereka minta kami menulis nama, di mana kami mengajar semester lalu dan nama sekolah yang paling dekat dengan rumah masing-masing. Pasukan Peshmerga Kurdi menguasai kawasan di mana saya dulu mengajar, karena itu saya harus mencari sekolah yang lain.
Pada mulanya, militan tidak mengatakan “Kamu harus mengajar secara cuma-cuma,” tapi setelah satu tahun, mata pelajaran di sekolah itu diganti menjadi pelajaran tentang kegiatan militan yang mengagungkan kekerasan. Misalnya, “satu bom ditambah satu bom sama dengan dua bom.”
Misalnya, ada buku pelajaran bahasa Arab yang berisi doa bagi pemimpin al-Qaeda yang meninggal, dan dalam tiap halaman ada gambar senapan AK-47. Kenapa harus ada gambar-gambar pejuang bersenjata di halaman sampul buku pelajaran bahasa di sekolah menengah?
Tapi selain itu, pelajaran tentang tata bahasa Arab masih sama.
Ketika mata pelajaran diubah dan pemerintah Irak di Baghdad tidak lagi membayar gaji kami, militan mengatakan, “Kalian harus tetap bekerja. Kalian tidak punya pilihan lain. Kalau kalian tidak mau mengajar, kalian akan dipukuli dan rumah serta harta benda kalian akan dirampas.
Guru-guru menunjukkan logo senapan AK-47 dan doa-doa untuk pemimpin al-Qaeda yang meninggal dalam halaman buku di kota Mosul, Irak, 23 November 2016. (H. Murdock/VOA)
Sampai saat itu, kebanyakan murid yang kami ajar adalah anak-anak militan. Dalam tiap kelas yang dulu berisi 30 sampai 40 siswa, kini ada empat atau lima orang anak-anak militan. Anak-anak itu, seperti orang tua mereka, sangat senang belajar tentang ideologi ISIS. Selain itu, anak-anak militan yang lebih tua diwajibkan ikut berperang kalau mereka sedang libur.
Anak-anak warga sipil tidak dipaksa bersekolah atau bergabung dengan ISIS, tapi para guru diwajibkan mengajar cara-cara berpikir kelompok militan, terlepas dari kepercayaan mereka masing-masing.
Seorang guru perempuan mengeluh tentang sistem pelajaran itu. Katanya, “bagaimana kami harus mengajarkan hal-hal ini? Ini bukan pelajaran untuk anak-anak,” dan ia menyuruh anak-anak itu untuk tidak lagi datang ke sekolah. Tapi anak seorang pejuang ISIS memberi tahu ayahnya tentang hal itu, dan para militan mendatangi guru tersebut. Guru itu menjawab: “Ini tidak baik untuk anak-anak dan akan merusak masa anak-anak mereka.” Akibatnya, guru itu dibunuh dan kabar tentang pembunuhannya tersebar di antara guru-guru di Mosul.
Guru bahasa Arab Nathir Bashir dan keluarganya berdiri di muka rumah mereka di Mosul. Suara tembakan mortir dan senjata api terdengar tidak jauh dari rumah itu, 27 November 2016. (H.Murdock/VOA)
Karena keluarga kami mulai kelaparan dan nasib tidak menentu, kami memutuskan untuk melancarkan protes pada permulaan semester berikutnya. Gaji kami belum dibayar dalam setahun terakhir dan kami sepakat untuk mogok mengajar.
Seorang militan ISIS berkunjung dari satu sekolah ke sekolah lainnya sambil membawa pedang dan mengatakan: “Guru yang tidak mau mengajar akan dipenggal kepalanya.”
Membunuh bagi mereka adalah hal yang biasa saja.
This story was originally published 30 November 2016 on voanews.com